Hukum Waris Oleh Ahmad Toriqun Najih

 

HUKUM WARIS

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Hukum Perdata

Dosen Pengampu: DR.SUPRIYADI, S.H., MH.



Disusun oleh:

Achmad Toriqun Najih (2020110062)



PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS 2021



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,hidayah, dan kekuatan lahir batin sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan Nabi kita Nabi Muhammad SAW yang mana kita tunggu-tunggu syafaatnya di hari akhir kelak.

Penulis menyadari bahwa makalah ini yang berjudul “ Hukum Waris” ini masih jauh dari tingkat kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang dapat membangun dimasa yang akan datang sangat diharapkan oleh penulis. Sehingga dalam kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terimakasih kepada:

Dosen pengampu mata kuliah hukum perdata

Dukungan dan do’a dari orang tua sehingga makalah dapat diselesaikan dengan baik

Semoga makalah ini, dapat bermanfaat khususnya bagi diri kita sendiri dan seluruh teman-teman semuanya…Aamiin




BAB 1 

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum waris merupakan salah satu unsur dari hukum perdata secara menyeluruh dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sanagt erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia sejak dahulu hingga sekarang, sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat hukum yang timbul selanjutnya dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang, diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian hukum waris..?
  2. Bagaimana sejarah hukum waris..?
  3. Bagaimana pengaturan hukum waris…?
  4. Apa saja asas-asas hukum waris…?

C. Tujuan

  1. Dapat mengetahui pengertian hukum waris
  2. Dapat mengetahui sejarah hukum waris
  3. Dapat mengetahui pengaturan hukum waris
  4. Dapat mengetahui asas-asas hukum waris


BAB 2 PEMBAHASAN


A.) Pengertian Hukum Waris

Hukum waris merupakan hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia, dengan perkataan lain mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia beserta akibat-akibatnya bagi ahli waris. Pada asasnya yang dapat diwariskan hanyalah hak-hak dan kewajiban dibidang hukum kekayaan saja, terkecuali hak-hak dan kewajiban dibidang hukum yang tidak dapat diwariskan, seperti perjanjian kerja, hubungan kerja, keanggotaan perseorangan, dan pemberian kuasa. Adapun hak-hak dan kewajiban dibidang hukum yang dapat diwariskan, yaitu hak dari suami untuk menyangkal keabsahan anak.1

Sedangkan hukum waris menurut beberapa ahli hukum ialah2:


Menurut Pitlo, hukum waris adalah suatu rangkain ketentuan dimana berhubungan dengan meninggalkan seseorang, akibat-akibatnya, didalam bidang ke bendaan diatur yaitu akibat beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang mati (pewaris) kepada ahli waris baik didalam didalam hubungannya maupun dengan pihak ke 3.

Menurut vollmar, hukum waris adalah ketentuan yang mengatur perpindahan dari suatu harta kekayaan seutuhnya (keseluruhan hak dan kewajiban) dari seorang pewaris kepada ahli waris.

Menurut supomo, hukum waris adalah peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoper barang-barang yang tidak berwujud benda




1 Dr.Supriyadi, S.H., M.H. Dasar-dasar hukum perdata di Indonesia, (Kudus: cv.kiara science,2015), hal:153

2 Dr.Supriyadi, S.H., M.H. Dasar-dasar hukum perdata di Indonesia, (Kudus: cv.kiara science,2015), hal:154


(immateriele goederen) dari suatu Angkatan manusia (generasi) kepada turunannya.3

Menurut Ter Haar, hukum waris adalah aturan-aturan yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi kepada generasi berikutnya.


B.) Sejarah Hukum Waris

Pada mulanya hak milik pribadi (hak milik perorangan) tidak dikenal, yang ada adalah hak milik kelompok (keluarga), sehingga soal warisan tidak menimbulkan masalah. Dalam perkembangan masyarakat selanjutnya, hubungan seseorang dengan hak miliknya begitu erat, sehingga timbullah hak milik perorangan.

Walaupun demikian tidak dengan sendirinya timbul hak mewaris karena apabila seseorang meninggal dunia, barang-barangnya (harta peninggalannya) ikut dikubur bersama-sama, setelah harta peninggalan tidak ikut dikubur, maka timbullah hak mewaris.

Dalam perkembanagn lebih lanjut, terbuka kemungkinan untuk memberikan harta peninggalan kepada orang lain yang bukan ahli waris. Pemberiansemacam ini dikenal dengan dengan istilah testamen (wasiat).4


C.) Pengaturan Hukum Waris

Hukum waris dalam sistem hukum perdata barat yang bersumber pada KUHPerdata, meliputi seluruh harta benda beserta hak-hak dan kewajiban- kewajiban pewaris dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi terhadap ketentuan tersebut ada beberapa pengecualian, dimana hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan ada juga yang tidak dapat beralih kepada ahli waris, hukum waris


3 Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, (Jakarta : Penerbitan Universitas,1996), Hal:72.

4 Djaja S, Hukum waris menurut kitap undang-undang hukum perdata,(Bandung: nuansa aulia)


tersebut diatur dalam buku ke 2 titel (12 s/d titel 18), pasal 830-1130 KUHPerdata. Menurut pitlo, hukum waris masuk dalam buku ke 2 KUHPerdata karena hak waris dianggap sebagai hak kebendaan.5

Hukum waris yang ditempatkan pada KUHPerdata secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2, yaitu dalam titel 12 dan titel 13. Pada titel 12 mengatur mengenai pewarisan karena kematian atau disebut juga dengan pewarisan menurut undang-undang yang dalam bahasa belanda dikenal dengan istilah ab intestato. Titel 12 ini dibagi menjadi 2 bagian besar,yaitu sebagai berikut.

Bagian 1 tentang ketentuan umum. Bagian ini antara lain mengatur mengenai syarat umum terjadinya pewarisan. Meskipun syarat umum ini ditempatkan dalam titel 12 tentang pewarisan menurut undang-undang namun sebenarnya syarat umum ini berlaku juga untuk pewarisan karena surat wasiat.

Bagian 2 mengatur tentang pewarisan bagi para keluarga sedarah yang sah maupun luar kawin, beserta suami atau istri yang hidup terlama. Dasar hukum seseorang ahli waris mewarisi sejumlah harta pewaris menurut sistem hukum waris KUHPerdata ada 2 cara, yaitu:

Menurut ketentuan undang-undang

Ditunjuk dalam surat wasiat (Testamen).6


D.) Asas-Asas Hukum Waris

1. Asas kematian

Asas ini diatur berdasarkan pada pasal 830 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pewarisan hanya berlangsung karena kematian.

Dengan berperdoman pada ketentuan pasal diatas, berarti tidak akan ada proses pewarisan dari pewaris ke ahli waris kalau pewaris belum meninggal dunia.



5 Dr.Supriyadi, S.H., M.H. Dasar-dasar hukum perdata di Indonesia, (Kudus: cv.kiara science,2015), hal:154

6 Dr.Supriyadi, S.H., M.H. Dasar-dasar hukum perdata di Indonesia, (Kudus: cv.kiara science,2015), hal: 155


2. Asas Hubungan Darah dan Hubungan Pewarisan

Asas ini diatur dalam pasal 832 ayat (1) dan pasal 852 a KUHPerdata. Asas hubungan daerah merupakan salah satu asas yang esensial dalam setiap sistem hukum kewarisan, karena factor hubungan darah dan hubungan perkawinan menentukan kedekatan seseorang dengan pewaris, dan menentukan tentang berhak atau tidaknya bagi seseorang menjadi ahli waris.


3. Asas Perderajatan

Asas hukum kewarisan ini didasarkan pada prinsip; de naaste in het bloed erf hetgoed. Menurut prinsip ini, maka yang berhak mewaris hanyalah keluarga yang lebih dekat dengan pewaris, sekaligus menentukan pula bahwa keluarga yang lebih dekat derajatnya dari pewaris akan menutup hak mewarisnya bagi keluarga yang lebih jauh derajatnya.


4. Asas Pergantian tempat (Plaatsvervulling)

Asas ini merupakan penerobosan asas ketentuan yang mengatakan bahwa yang berhak menerima warisan haruslah ahli waris yang masih hidup pada waktu si pewaris meninggal dunia (Pasal 836 KUH Perdata), asas ini seolah- olah menyalahi ketentuan bahwa “keluarga yang derajatnya lebih dekat akan menutup keluarga yang derajatnya yang kbih jauh”.


5. Asas Bilateral

Menurut asas ini seseorang dapat mewarisi dari garis bapak dapat mewarisi dari garis ibu, demikian juga dari saudara laki-laki maupun saudara perempuan. Assas ini memberi hak dan kedudukan yang sama antara anak laki-laki dan perempuan dalam hal waris, bahkan dengan asas bilateral ini menetapkan juga suami istri untuk saling mewarisi.


6. Asas Individual

Asas ini menentukan tampilnya ahli waris untuk mewarisi secara individu-individu (perseorangan) bukan kelompok ahli waris dan bukan kelompok clan, suku, atau keluarga. Asas ini mengandung pengertian bahwa harta warisan dapat dibagi-bagikan pada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara persoarang, sehingga dalam pelaksanaan seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai dan setiap ahli waris berhak menurut kadar bagiannya tanpa harus terkait dengan ahli waris lainnya.


7. Asas Segala Hak dan Kewajiban Pewaris Beralih Kepada Ahli Waris

Menurut hukum kewarisan dalam KUHPerdata, asas ini berhubungan erat dengan saisine, sedangkan hak saisine sendiri bersumber dari pemeo hukum prancis yang menyatakan Le mort saisit le vif, yang maksudnya bahwa bagi yang meninggal dunia berpegang pada yang masih hidup. Dengan berpedoman pada prinsip hukum ini, berarti apabila seseorang meninggal dunia, maka segala harta kekayaannya, baik aktiva maupun pasiva akan berpindah kepada ahli warisnya.7


7 Dr.Supriyadi, S.H., M.H. Dasar-dasar hukum perdata di Indonesia, (Kudus: cv.kiara science,2015), hal: 156


BAB 3 PENUTUP


A. Kesimpulan:

Hukum waris merupakan hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia, dengan perkataan lain mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia beserta akibat-akibatnya bagi ahli waris.

Hukum waris di atur dalam buku ke 2 titel (12 s/d 18),pasal 830-1130 KUHPerdata.

Asas hukum waris meliputi: 

1.Asas kematian

2.Asas hubungan darah dan hubungan perkawinan 

3.Asas perderajatan

4.Asas pergantian tempat (Plaatsvervulling) 5.Asas bilateral

6.Asas individual

7. Asas segala hak dan kewajiban pewaris beralih kepada ahli waris


DAFTAR PUSTAKA


Dr.Supriyadi, S.H., M.H., Dasar-dasar hukum perdata di indonesia, kudus,cv. Kiara science,2015.

Djaja S, Hukum waris menurut kitap undang-undang hukum perdata, Bandung,nuansa aulia,2018.

Soepomo,Bab-bab Tentang Hukum Adat, Jakarta, Penerbitan Universitas,1996.hal 72.

Postingan populer dari blog ini

Sekilas Tentang Sejarah Tumenggung Aryo Tejo

Sejarah Hukum Islam pada masa Kerajaan Islam di Nusantara

Petuah Akhir Zaman Sang Pujangga