Sejarah Hukum Perdata di Indonesia
download pdf
https://drive.google.com/file/d/1drjGBfZLMPYaAFLjhfH_ds4wlLiIK1cw/view?usp=drivesdk
SEJARAH HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Disusun Guna Memenuhi Tugas UTS
Mata Kuliah : Hukum Perdata
Dosen Pengampu : Dr. Supriyadi , M.H.
Disusun oleh,
Nama : Mohamad Iqbal Fanani
NIM : 2020110033
Kelas : B HKI
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur saya ucapkan kepada ALLAH S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Artikel ilmiah ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan Artikel ilmiah yang berjudul “SEJARAH HUKUM PERDATA DI INDONESIA" , ini adalah untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Hukum Perdata, Pada semester 3 tahun ajaran 2021/2022.
Dalam penulisan karya ilmiah ini saya masih mengalami beberapa kendala, seperti kurangnya ilmu pengetahuan saya yang menunjang akan topik pembahasan makalah ini. Namun dengan adanya kemajuan teknologi dan komunikasi, kendala-kendala tersebut dapat saya atasi.
Saya sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan karya ilmiah ini masih banyak akan kekurangannya. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif, yang nantinya akan membantu saya menulis makalah yang lebih baik di masa yang akan datang.
Tuban, 15 Oktober 2021
Mohamad Iqbal Fanani
NIM. 2020110033
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu penyebab dari perubahan dan perkembangan hukum adalah banyaknya perkembangan, adanya penemuan-penemuan di bidang teknologi, dan perubahan zaman sebagai akibat dari kebutuhan masyarakat. Hukum memiliki beberapa bagian, salah satunya adalah hukum perdata yang mengatur suatu hubungan hukum antara orang perseorangan ataupun orang dengan badan hukum. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia, masih terdapat keanekaragaman. Beberapa hal umum diantaranya adalah hukum orang dan keluarga, hukum benda, hukum perikatan, perbuatan melanggar hukum, hukum pembuktian, dan lain-lain.
Dengan begitu banyak cabang yang ada dalam hukum perdata, rasanya sangat perlu pembahasan mengenai Hukum Perdata dan kaitannya dengan perkembangan teknologi saat ini. Hal ini perlu dilakukan karena Hukum harus bisa mengikuti perkembangan teknologi yang begitu cepat dan dinamis. Maka dari itu, pengaturan mengenai Hukum Perdata perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar tetap berpedoman terhadap norma-norma yang berlaku dan tidak keluar dari eksistensi Hukum Perdata itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
- Apa definisi Hukum Perdata?
- Bagaimana sejarah hukum perdata pada masa kerajaan Islam Nusantara?
- Bagaimana sejarah hukum perdata pada masa penjajahan Belanda?
- Bagaimana keadaan hukum perdata setelah Indonesia merdeka?
C. Tujuan
- Untuk mengetahui definisi hukum perdata.
- Untuk mengetahui sejarah hukum perdata pada masa kerajaan Islam Nusantara.
- Untuk mengetahui sejarah hukum perdata pada masa penjajahan Belanda.
- Untuk mengetahui keadaan hukum perdata setelah Indonesia merdeka.
BAB II
Sejarah Hukum Perdata di Indonesia
A. Definsi Hukum Perdata
Hukum Perdata dalam arti luas keseluruhan peraturan hukum yang ada didalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata (B.W), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (WVK) dan Undang-Undang lainnya yaitu Undang-Undang Koperasi, Undang-Undang Perniagaan. Hukum Perdata dalam arti kata sempit ialah Hukum Perdata terdapat dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata (B.W).
Definisi hukum perdata menurut para ahli, sebagai berikut.
1. Prof. Subekti, hukum perdata merupakan semua hukum private materil berupa segala hukum pokok mengatur kepentingan perseorangan. Hukum perdata yakni keseluruhan peraturan mempelajari tentang hubungan antara orang yang satu dengan orang lainnya. Baik meliputi hubungan keluarga dan pergaulan masyarakat.
2. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan, hukum perdata diartikan sebagai hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dan perseorangan lainnya.
3. Prof. Sudikno Mertokusumo, hukum perdata yakni keseluruhan peraturan mempelajari tentang hubungan antara orang yang satu dengan orang lainnya. Baik meliputi hubungan keluarga dan pergaulan masyarakat.
4. Salim HS, hukum perdata adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan subjek lainnya dalam hubungan kekeluargaan dan masyarakat.
5. Sudiman Kartodiprodjo, hukum perdata adalah seluruh aturan hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban perdata.
Dari pendapat para ahli diatas dapat kita ketahui bahwa definisi hukum perdata secara umum adalah seluruh aturan baik tertulis ataupun tidak tertulis yang mengatur mengenai hubungan hukum antara orang atau badan hukum yang satu dengan yang lainnya dalam masyarakat yang menimbulkan hal dan kewajiban.
B. Sejarah Hukum Perdata Pada Masa Kerajaan Islam Nusantara
Sejarah masuknya hukum Islam di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah Islam itu sendiri. Tidak mungkin mempelajari Islam tanpa mempelajari hukum Islam. Ini menunjukan hukum sebagai sebuah institusi agama memiliki kedudukan yang sangat signifikan. Beberapa ahli menyebutkan bahwa hukum Islam yang berkembang di Indonesia. Ini ditunjukakan dengan bukti-bukti sejarah di antaranya, Sultan Malikul Zahir dari Samudra Pasai adalah seorang ahli agama dan hukum Islam terkenal pada pertengahan abad XIV M.
Melalui kerajaan ini, hukum Islam mazhab Syafi’i disebarkan ke kerajaan-kerajaan Islam lainnya di kepulauan Nusantara. Bahkan para ahli hukum dari kerajaan Malaka (1400-1500 M) sering datang ke Samudra Pasai untuk mencari kata putus tentang permasalahan-permasalahan hukum yang muncul di Malaka.
Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada masa-masa menjelang abad XVII, XVIII, dan XIX, baik pada tataran intelektual dalam bentuk pemikiran dan kitab-kitab juga dalam praktik-praktik keagamaan dapat dikatakan cukup baik. Dikatakan cukup baik karena hukum Islam dipraktikkan oleh masyarakat dalam bentuk yang hampir bisa dikatakan sempurna, mencakup masalah muamalah, ahwal al syakhsiyyah (perkawinan, perceraian dan warisan), peradilan dan tentu saja dalam masalah ibadah. Tidak itu saja, hukum isalam menjadi sistem hukum mandiri yang digunakan di kerajaan-kerajaan Islam nusantara. Tidaklah salah jika dikatakan pada masa itu jauh sebelum Belanda menancapkan kakinya di Indonesia, hukum Islam menjadi hukum yang “positif” di nusantara.
C. Sejarah Hukum Perdata Pada Masa Penjajahan Belanda
Hukum perdata semula berasal dari bangsa Romawi yaitu lebih kurang 50 SM pada masa pemerintahan Yulius Caesar berkuasa di Eropah Barat yang sejak waktu itu hukum Romawi diberlakukan di Perancis walaupun bercampur dengan hukum asli yang sudah ada sebelum orang Romawi menguasai Galis (Perancis). Keadaan seperti ini terus berlangsung sampai pada masa pemerintahan Louis XV yaitu dengan diawalinya usaha kearah adanya kesatuan hukum yang kemudian menghasilkan suatu kodifikasi yang diberi nama “Code Civil Des Francois” pada 21 Maret 1804 yang kemudian pada 1807 diundangkan kembali menjadi “Code Napoleon”.
Kodifikasi ini sangat berbau Romawi tetapi para penyusunnya banyak juga memasukkan kedalamnya unsur-unsur hukum asli yaitu hukum adat Perancis Kuno (hukum Jerman) yang telah berlaku di Eropah Barat sebelum orang-orang Romawi menguasai Perancis. Sebagai campuran ketiga di dalam isi Code Civil itu adalah hukum gereja atau hukum Katolik yang didukung oleh gereja Roma Katolik ketika itu.
Pada 1811, Belanda di jajah oleh Perancis dan seluruh Code Civil yang memuat ketiga unsur yaitu hukum Romawi, Hukum German dan hukum Gereja diberlakukan di negeri Belanda dan oleh karena Indonesia pada waktu itu merupakan jajahan Belanda maka hukum perdata Belanda yang sebagian besar berdasarkan pada Code Civil itu diberlakukan pula untuk Indonesia sejak 1 Januari 1848 dengan Staatsblad tahun 1847 No. 23. Namun demikian, hukum perdata di Indonesia agak berlainan dengan hukum perdata yang berlaku di negeri Belanda apalagi jika dibandingkan dengan Code Civil Perancis, hanya asas-asasnya banyak diambil dari Code Civil.
Berlakunya hukum perdata Belanda tersebut di Indonesia bertalian erat dengan politik hukum pemerintah Hindia Belanda yang membagi penduduk Hindia Belanda menjadi 3 golongan yaitu: (1) Golongan Eropa yaitu semua orang Belanda, orang yang berasal dari Eropa, orang Jepang, orang yang hukum keluarganya berdasarkan azas-azas yang sama dengan hukum Belanda beserta anak keturunan mereka; (2) Golongan Timur Asing Tionghoa dan Timur Asing bukan Tionghoa misalnya orang Arab, India dan Pakistan; (3) Mereka yang telah meleburkan diri dan menyesuaikan hidupnya dengan golongan Bumi Putera.
Penggolongan tersebut diatur dalam pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang sampai sekarang masih tetap berlaku berdasarkan ketentuan pasal 2 Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945. Mengenai hukum apa yang berlaku bagi masing-masing golongan diatur dalam pasal 131 IS yang menentukan, bahwa: Pertama, bagi golongan Eropa berlaku hukum perdata dan hukum Dagang yang berlaku di Negara Belanda atas dasar azas konkordansi. Kedua, bagi golongan Timur Asing Tiongha berlaku hukum perdata yang diatur dalam BW dan Hukum Dagang yang diatur dalam KUHD (WvK ) dengan beberapa pengecuaian dan penambahan sebagaimana diatur dalam stablad tahun 1917 Nomor 129 jo Stb. Tahun 1925 Nomor 557. Pengecualian dan penambahan meliputi : (a) Upacara Perkawinan; (b) Pencegahan Perkawinan; (c) Kantor Pencatatan Sipil (Burgerlijk Stand); (d) Pengangkatan anak (adopsi); (e) Peraturan tentang kongsi. Bagi golongan timur asing bukan Tinghoa berlaku hukum perdata Eropa sepanjang mengenai hukum harta kekayaan sedang mengenai hukum kekeluargaan dan hukum waris tunduk pada hukum asli mereka sendiri. Hal ini diatur dalam Staatblad tahun 1924 Nomor 556 yang mulai berlaku sejak 1 Maret 1925. Ketiga, dari golongan bumi putra berdasarkan ketentuan pasal 131 ayat 6 IS berlaku hukum perdata adat yaitu keseluruhan peraturan hukum yang tidak tertulis tetapi hidup dalam tindakan – tindakan rakyat sehari –hari. Dalam pada itu hukum perdata adat masih belum seragam sesuai dengan banyaknya lingkungan hukum adat (adat rech skiringen) di Indonesia.
Dalam pada itu, berdasarkan ketentuan pasal 131 ayat 2 IS peraturan–peraturan untuk orang Eropa dapat diberlakukan untuk golongan Indonesia asli/Timur Asing secara utuh maupun dengan perubahan–perubahan, untuk membuat peraturan baru yang berlaku untuk semua golongan bersama- sama dan diadakan penyimpangan–penyimpangan umum/masyarakat memerlukan. Pertama, beberapa ketentuan BW dan WvK yang dinyatakan berlaku bagi golongan bumi putra, yaitu: (a) Pasal-pasal tentang perjanjian kerja atau perburuhan (Ps. 1601- 1603 lama BW ); (b) Pasal – pasal tentang permainan dan perjudian pasal 1788- 1791 BW); (c) Pasal–pasal mengenai hukum laut (buku II titel IV KUHD Stb. 1933 Nomor 49).Kedua, beberapa peraturan yang berlaku bagi semua golongan (Gemeen schappelijk recht), yaitu: (a) Undang – undang Hak Pengarang (Auterswet St. 1912- 308); (b)Peraturan umum tentang koperasi (Stb. tahun 1933 Nomor 108); (c) Ordonansi pemberantasan riba (Stb. 938 No. 524); (d) Ordoonansi pengangkutan udara (Stb. 1939 No. 98).Ketiga, beberapa peraturan yang secara khusus di buat untuk orang Indonesia, yaitu: (a) Ordonansi perhimpuan Indonesia (Stb. 1939 No.570 ); (b) Ordonansi maskapai andil Indonesia (Stb. 1939 – Nomor 569) dan (c) Ordonansi perkawinan orang Indonesia Kristen (Stb. 1933 Nomor 74 jo S. 1933 Nomor 73).
D. Hukum Perdata Setelah Indonesia Merdeka
Berlakunya hukum perdata di Indonesia tidak terlepas dari banyaknya pengaruh kekuatan politik liberal di Belanda yang mencoba berupaya melakukan perubahan-perubahan yang mendasar didalam tata hukum kolonial, kebijakan ini dikenal dengan sebutan de bewiste rechtspolitiek Berdasarkan asas konkordansi, maka kodifikasi hukum perdata Belanda menjadi contoh bagi kodifikasi hukum perdata Eropa di Indonesia. Kodifikasi mengenai Hukum Perdata disahkan melalui Koninklijk Besuit tanggal 10 April 1838 dengan Staatsblad 1838 Nomor 12 yang dinyatakan berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1838, dan melalUi pengumuman Gubernur jendral Hindia Belanda tanggal 3 Desember 1847,dinyatakan bahwa sejak Tanggal 1 Mei 1848 B.W berlaku di Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka berdasarkan pasal II aturan peralihan bahwa kitab undang-undang hukum perdata tetap dinyatakan berlaku selama belum digantikan dengan undang-undang baru. Berdasarkan hal tersebut maka Burgerlijk Wetboek Hindia Belanda disebut kitab undang-undang hukum perdata sebagai induk hukum perdata Indonesia. Para ahli tidak mempersoalkan secara mendalam tentang berlakunya Burgerlijk Wetboek saat ini. Tata hukum Indonesia hendaknya tidak dilihat dari kelanjutan tata hukum kolonial Belanda, tetapi sebagai tata hukum nasional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kitab undang-undang hukum perdata sekarang ini berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang Dasar 1945, Pancasila, peraturan perundang-undangan, serta dibutuhkan.
Keadaan hukum perdata di Indonesia dari dahulu sampai dengan sekarang tidak ada keseragaman (pluralisme). Setelah bangsa Indonesia merdeka dan sampai saat ini Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dikodifikasi tahun 1848 masih tetap dinyatakan berlaku di Indonesia. Adapun dasar hukum berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut adalah Pasal 1 Aturan peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selengkapnya berbunyi “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”, selain itu, hukum tertulis (undang-undang) tidak pernah lengkap, jelas dan tuntas mengatur kehidupan masyarakat, sehingga seringkali tertinggal di belakang perkembangan masyarakat, untuk itu undang-undang tersebut perlu selalu dikembangkan agar tetap aktual dan sesuai dengan jaman (up to date).
Untuk mengatasi kekurangan hukum tertulis tersebut, perlu mensiasati agar hal tersebut tidak terlalu tampak ke permukaan sehingga menciptakan ketidakadilan dalam masyarakat. Peranan kekuasaan yudisial sangat dibutuhkan dalam hal mengurangi dampak-dampak buruk atas kekurangan dari Peraturan Perundang-Undangan. Hakim bukan sebagai corong dari peraturan perundang-undangan, namun hakim mampu menggali nilai-nilai keadilan di masyarakat, sehingga diharapkan apabila peraturan perundang-undangan tidak mampu memenuhi rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat maka peran hakim adalah mengembalikan rasa keadilan tersebut. Hal tersebut sejalan dengan mandat dari Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaaan Kehakiman yang menyatakan bahwa hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hakim yang baik adalah hakim yang dapat mewujudkan rasa keadilan di tengah masyarakat walaupun tidak terdapat peraturan perundangan yang memadai. Namun prinsip sebagaimana disebut pada pasal 5 Undang-Undang Kehakiman sering disalahgunakan dengan mengubah tatanan hukum yang ada sehingga akibatnya kepastian hukum sangat susah untuk diperoleh.
Pelaksanaan dan perkembangan peraturan perundang-undangan terjadi melalui peradilan dengan putusan hakim. Apabila dikaitkan dengan pendapat Soetandyo Wignjosoebroto, maka pembaruan hukum melalui putusan hakim termasuk dalam kategori pembaruan hukum dalam arti law reform. Pembaruan substansi hukum dalam konteks ini, khususnya hukum tidak tertulis, dilakukan melalui mekanisme penemuan hukum sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang memberikan kewenangan kepada hakim dan hakim konstitusi untuk menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat terhadap permasalahan atau persoalan yang belum diatur, dalam arti belum ada pengaturannya dalam hukum tertulis atau dalam hal ditemui perumusan peraturan yang kurang jelas dalam hukum tertulis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum perdata secara umum adalah seluruh aturan baik tertulis ataupun tidak tertulis yang mengatur mengenai hubungan hukum antara orang atau badan hukum yang satu dengan yang lainnya dalam masyarakat yang menimbulkan hal dan kewajiban. Sebelum Belanda masuk ke Indonesia perkembangan hukum Islam di Indonesia pada masa-masa menjelang abad XVII, XVIII, dan XIX, baik pada tataran intelektual dalam bentuk pemikiran dan kitab-kitab juga dalam praktik-praktik keagamaan dapat dikatakan cukup baik, khususnya dalam hal keperdataan yang mencakup masalah muamalah, ahwal al syakhsiyyah (perkawinan, perceraian dan warisan), peradilan dan tentu saja dalam masalah ibadah.
Ketika Indonesia pada waktu itu merupakan jajahan Belanda maka hukum perdata Belanda yang sebagian besar berdasarkan pada Code Civil itu diberlakukan pula untuk Indonesia sejak 1 Januari 1848 dengan Staatsblad tahun 1847 No. 23. Berlakunya hukum perdata Belanda tersebut di Indonesia bertalian erat dengan politik hukum pemerintah Hindia Belanda yang membagi penduduk Hindia Belanda menjadi 3 golongan yaitu: (1) Golongan Eropa yaitu semua orang Belanda, orang yang berasal dari Eropa, orang Jepang, orang yang hukum keluarganya berdasarkan azas-azas yang sama dengan hukum Belanda beserta anak keturunan mereka; (2) Golongan Timur Asing Tionghoa dan Timur Asing bukan Tionghoa misalnya orang Arab, India dan Pakistan; (3) Mereka yang telah meleburkan diri dan menyesuaikan hidupnya dengan golongan Bumi Putera.
Setelah Indonesia merdeka berdasarkan pasal II aturan peralihan bahwa kitab undang-undang hukum perdata tetap dinyatakan berlaku selama belum digantikan dengan undang-undang baru.
B. Saran
Saran dari penyusun adalah semoga setelah melihat, membaca, dan mempelajari makalah ini kita semua dapat mengerti dan menjahui tindakan-tindakan dengan hukum yang berlaku, khusunya hukum yang ada di negara kita Indonesia. Penyusun juga berharap semoga masyarakat di Indonesia mengetahui apa saja yang termasuk lingkup kasus atau bagian dan akibat apabila terlibat di dalam kasus Hukum Perdata. Penyusun juga berharap Pemerintah berkerjasama dengan lembaga terkait biasa mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai Hukum Perdata.
DAFTAR PUSTAKA
Ardi, Fahmi dkk. 2021. Sejarah dan Kekuatan Hukum Perdata Islam di Indonesia. Law And Justice Review Journal, (Vol 1 No 1). Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah.
Hariyanto, Erie. 2009. Burgelijk Wetboek (Menelusuri Sejarah Hukum Pemberlakuannya di Indonesia). Al-Ihkam, (Vol 4 No 1). Pamekasan : STAIN Pamekasan.
Sitompul, Roswita. 2006. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta Pusat : Pustaka Bangsa Press.
Supriyadi. 2015. Dasar-Dasar Hukum Perdata di Indonesia. Kudus : CV. Kiara Science.